Saturday, 29 June 2013

Program Konservasi


Masih pantaskah UNNES disebut Universitas Konservasi? Yang selama ini selalu menggemborkan tidak ada kendaraan di area kampus selama pukul 07.00-16.30. Mana buktinya? Belakangan ini saya lihat banyak sekali motor atau mobil yang berkeliaran di kampus selama pukul 07.00-16.30. Lalu bagaimana dengan kelanjutan program konservasi tersebut? Jika memang pihak pusat ingin melanjutkan program tersebut harusnya memang ditegaskan sejak awal bukannya setengah setengah. Dosen pun diberi lahan parkir untuk kendaraan pribadi, kenapa masih ada juga yang melanggar dan memarkirkan kendaraan pribadinya di area kampus? Apa cuma mahasiswa saja yang harus diberi sanksi ketika melanggar ketentuan ini? Apa hal tersebut masih bisa disebut adil?


Saya pun sering membaca berita bahwa pemerintah lebih memperhatikan universitas “sebelah” karena mereka masuk dalam 5 besar universitas yang akan dijadikan sebagai contoh kampus hijau. Heran sekali kenapa bukan kita yang dipilih oleh pemerintah? Bukannya kita sudah terkenal dengan Universitas Konservasi? Sedangkan fakta di lapangan, saya tahu di tempat tersebut (re : universitas sebelah) sangatlah panas, gersang dan saya rasa UNNES lebih sejuk dibandingkan disana. Yang saya takutkan gelar Universitas Konservasi takkan melekat lagi pada UNNES karena mereka semakin membuat kampusnya lebih hijau dari kita, sedangkan kita berleha-leha tidak segera membenahi diri menjadi Universitas Konservasi yang lebih baik.
Menurut beberapa isu, sudah banyak yang mengatakan bahwa Rektor baru akan meniadakan program konservasi jadi kendaraan bermotor boleh melewati area kampus seperti dulu. Jika memang itu terjadi, lalu apa gunanya dibangun GSG? Hanya untuk pajangan saja, setelah kita menghabiskan banyak uang? Entahlah apa yang akan terjadi selanjutnya. Semoga pihak pusat memikirkan matang matang mengenai program konservasi ini dan memikirkan dampaknya serta memberi sanksi yang tegas bagi yang melanggar tentunya harus adil.

LANDASAN PACU YANG BERBAHAYA



Runway atau landasan pacu bandara di Indonesia ternyata masuk dalam daftar penyebab kecelakaan pesawat yang sering terjadi belakangan ini. Sebenarnya apa yang menjadi penyebabnya?

Masalah yang Kompleks
Beberapa penyebab kecelakaan pesawat engga cuma datang dari faktor alam, cuaca dan human eror aja. Belakangan, landasan pacu yang dipakai pesawat buat mendarat dan lepas landas juga jadi faktor sering terjadinya kecelakaan. Sebut aja landasan pacu Bandara Binaka Gunung Sitoli di Sumatera Utara yang kondisi landasan pacunya terlihat retak. Sedangkan Bandara Abdurrahman Saleh di Malang ternyata hanya punya panjang landasan 1500 meter, karena dibangun diantara pegunungan. Letak geografis Indonesia yang punya banyak pulau juga menyebabkan beberapa bandara dibangun dekat laut yang rawan sama bahaya. Seperti yang baru-baru ini terjadi, pesawat Lion Air yang jatuh ke laut sebelum berhail mencapai landasan pacu di Bandara Ngurah Rai. Desain landasan pacu yang menjorok ke laut membuat pilot harus ekstra hati-hati saat mendaratkan pesawatnya. Sama halnya dengan Bandara Husein Sastranegara Bandung, yang letaknya di daerah pegunungan. Pilot harus berhati-hati karena landasan pacu bandara ini sangat sempit dan Cuma punya satu celah untuk mendarat. Sempitnya landasan pacu juga terjadi di Bandara Adi Sucipto Yogyakarta yang terletak di dekat perumahan. Bahkan sering kejadian pesawat bersenggolan karena sempitnya landasan pacu. Di Indonesia bagian timur, seperti Bandara Haluoleo Kendari, landasan pacu juga menjadi penyebab dominan kecelakaan pesawat. Salah satunya adalah kecelakaan yang dialami Pelita Air Service tahun 2002, yang tergelincir ke luar landasan pacu saat mendarat.


Standart dan Kualitas
Membuat dan merawat landasan pacu bukan hal mudah. Landasan pacu harus punya batas minimal sesuai standart internasional yaitu 3600 meter dan harus terbuat dari aspal alam yang dilapisi beton, supaya aspal engga mudah meleleh karena geekan roda pesawat saat mendarat atau lepas landas. Selain itu air jadi musuh utama landasan pacu dan tidak boleh ada air tergenang karena aspal punya sifat yang rentan sama air. Desain landasan pacu mesti dibuat dengan kemiringan sedemikian rupa dan sirkulasi air yang baik untuk menyerap air. Landasan pacu juga harus dilengkapi dengan lampu-lampu yang cukup terang dan navigasi yang jelas supaya pilot tidak mengalami kesulitan kalau pesawat akan beroperasi di malam hari. Melihat banyaknya kecelakaan yang terjadi, semoga landasan pacu yang ada di bandara-bandara di Indonesia bisa cepat dibenahi dan dirawat dengan baik sebagaimana mestinya.